Eeeaaakk... ini dia tulisan perdana awak di tahun 2014 ini, kawan!
monggooo..silahkan dinikmati..anggap aja blog sendiri yak.. ^_^
Ungkapan dari hati terdalam : "Aku tahu, Tuhan yang sedang menuntunku dalam perenungan ini."
Pada sekitaran akhir bulan September 2013, “beberapa orang”
yang sangat mengasihi Allah ini mengajakku ke satu tempat tujuan utama tetapi melewati
dan melihat banyak kota dan didalam mobil selama lebih dari 20 jam! (y)
Well..ini adalah perjalanan keluar kotaku yang kedua
setelah wisuda.
BENGKALIS!
Yeah..kota yang menjadi tujuan utama kami. You know what
guys.. Jangan harap kalian melihat pelanggaran lalu lintas disini, karena para
penduduk Bengkalis sangat menghargai lampu lalu lintas dan segala antek”
peraturannya. Seakan-akan sudah tertera tulisan di kening mereka “SAYA TAAT
LALU LINTAS”.
Kami sepakat memilih warung kopi sebagai tempat pelabuhan
awal kegiatan di pagi yang merupakan
hari kedua kami berada di Kota yang bersih, tenang, tertata dengan rapi dan
memiliki gedung pemerintahan sangat elit ini.
Bincang-bincang sederhana & canda tawa melengkapi menu
sarapan pagi yang sudah bertengger di meja dan siap untuk disantap ini. Dan
saat itulah, mataku tertuju pada sosok tua yang duduk di meja tepat diseberang
kami. Seorang Bapak yang mengenakan topi peci dengan sebungkus rokok menemani
kopi yang dipesannya. Lalu, Bapak itu tersenyum padaku. Sedikit kik-kuk, ku
balas senyumannya. Namun, selang beberapa menit ku lihat pengunjung yang
meninggalkan warung kopi ini memberi uang seribuan, kadang uang logam pada
Bapak tersebut. Seperti tunawisma, Bapak itu menyambut uang tersebut sambil
mengucapkan “Terima Kasih”.
Oukeh.. RALAT! bukan “seperti tunawisma”, melainkan Bapak
itu memang seorang tunawisma. Guess what?! Kota yang bagaimanakah ini sampai
Tuna Wismanya saja sebeken ini, man!
Ntah mengapa.. moment itu menjadi perenunganku selama
perjalanan pulang menuju Binjai. Dan membuat
satu kata lalu lalang di otakku, yaitu :
“MEMBERI”
Banyak diantara kita, termasuk aku dulunya .. salah fokus
dengan kata tersebut. Contoh kecilnya saja, dalam hal memberi persembahan pada
perayaan ibadah minggu gereja. Sebelumnya aku berpikir bahwa, itu memang suatu
kewajiban. Lalu, mengenai persepuluhan. Aku berpikir bahwa karena aku belum
memiliki penghasilan sendiri jadi tak perlu memberikan persepuluhan buat Tuhan.
Ting Tong!
Atau terkadang.. kita salah menangkap maksud dari pendeta yang
mengatakan “Berilah maka kamu akan di beri” ..ehm.. kalimat yang lainnya : “
Ketika Engkau memberi buat Tuhan maka berkat akan melimpah atasmu”
Tentu saja kalimat pendeta yang sering saya dengar itu
tidaklah salah. Tetapi, “memberi” seperti apakah yang kita maksud, kasih?
Kalau kita “memberi” dengan tujuan agar Tuhan melimpahkan
berkatnya untuk kita, maka tidaklah ada yang kamu berikan dengan kata “memberi”
tersebut.
Mari kita bacakan kalimat ini dengan suara yang lantang :
“Saya memberi untuk Tuhan karena rasa syukur atas kelimpahan
berkat yang diberikanNya bagi saya.”
Kebanyakan dari kita ketika disinggung dengan kata “memberi”
maka yang langsung terlintas adalah berupa uang/barang. Ouh..C’mon guys.. kata
“memberi” tidak sesimple itu. Kita naikkan level makna “memberi” yuk..
Senyuman tulus, perhatian, pengertian, motivasi, perkataan
positif, sorotan mata yang memancarkan
keikhlasan, Jabatan tangan yang hangat... itu semua masih sebagian kategori
dalam kata MEMBERI.
Memberi itu bergandengan tangan dengan Kasih. Mereka berdua
bak pahlawan tanpa tanda jasa. Memberi dengan tulus tanpa menuntut balasan.
Coba amati kalimat ini dan rasakan perbedaannya : “Alasan
satu-satunya aku memperhatikanmu adalah karena aku mengasihimu.”
What do you feel? J
Kasih, Maukah kita menjadi partner dari kata “Memberi”
tersebut dengan menabur ke semua orang? Karena... apa yang kita tabur, itulah
yang kita tuai.
Dengan demikian, kita sudah memberikan makna yang terbaik
dari kata “Memberi”.
Ho..Ho..Ho..Sudah saatnya kita beramai-ramai menuai ! Go GIVER!!!
Sampai jumpa di perjalanan berikutnya! Umaaahh...